Lanjutnya,Transparansi Tender Indonesia TTI mengkritisi kebijakan Pokja BP2JK PUPR Provinsi Aceh yang lebih cendrung memenangkan penawaran terendah, tentu saja menawar dibawah HPS dibenarkan asalkan mampu menjelelaskan kewajaran harga yang ditawarkan. Jika Pokja selalu menargetkan penawaran terendah yang ditetapkan sebagai pemenang tender maka Pokja meski bertanggung jawab jika dalam pelaksanaan nanti mutu pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi tekhnis yang dipersyaratkan.
Nasruddin menambahkan,Sangat tidak logis jika penawaran 80% dibawah HPS ditetapkan sebagai pemenang tender, jika ditambah dengan keuntungan Pajak dan pengeluaran lain lain misalnya pajak PPN dan PPH 12,5%, keuntungan 15%, pengeluaran lain lain 5%, potongan penawaran 23% jika ditotal mencapai kurang lebih 50% dari Anggaran, Jika anggaran Rp.10 Milyar apakah mungkin dengan sisa uang Rp.5 Milyar pekerjaan dapat diselesaikan sesuai mutu.
Sebelum berkontrak sebaiknya Inspektorat melakukan Probity audit apakah nilai kontrak sudah sesuai dengan harga barang di lapangan, jika analisa Inspektorat tidak memungkinkan untuk dilanjutkan maka kontrak bisa ditinjau kembali sebelum terjadi masalah yang lebih besar. Tidak ada aturan yang mengatur penyedia yang menawarkan dwngan penawaran terendah secara otomatis menang tender.tutup Nasruddin bahar
