Wartanad.id - Banda Aceh - Sejak merebaknya kasus Pengadaan bibit ikan kakap dan pakan runcah senilai 15 Milyar satu persatu borok pada Badan Reintegrasi Aceh BRA terkuak ke Publik, Modusnya bermacam ada bantuan Traktor Berita Acara serah terima sudah diteken tapi barangnya belum diserahkan. Mesin digital printing di Banda Aceh barang nya tidak ada tapi uangnya sudah dicairkan.kata Nasrudin bahar koordinator tranparansi tender indonesia TTI 24/05
Kasus di BRA adalah Warning bukan tidak mustahil terjadi pada Dinas dan SKPA lainnya, Tugas APH terutama dikalangan korp Adiyaksa tahun ini merupakan tugas yang sangat berat, dimana Kejaksaan membutuhkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka utamanya mengingat tempat kejadian perkaranya tersebar diseluruh wilayah Aceh.
Nasrudin menambahkan,Kita harus Optimis Kinerja para insan Adiyaksa bekerja Profesional, hal ini terbukti dalam tempo kurang satu minggu kasus Pengadaan Fiktif di BRA ditingkatkan dari penyelidikan ke Penyidikan. Kita patut bangga pada Korps Kejaksaan Aceh yang betul betul serius menangani kasus ini. Publik di Aceh hari ke hari mengikuti perkembangan kasus ini sehingga kasus besar ini secepatnya terungkap.
Belajar pada kasus BRA pada SKPA atau Dinas lain nya perlu juga mendapatkan perhatian misalnya Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Dinas Pendidikan dan Olah Raga, Dinas Peternakan, dan Dinas Dinas lainnya yang menerima dana hibah dari Pemerintah Aceh.
Kasus kasus besar lainnya akan segera kita ungkapkan dan akan segera kita serahkan kepada Aparat Penegak Hukum. Kasus pengadaan yang dilakukan secara Ekatalog merupakan cara yang sangat mudah melakukan Korupsi. Tahun ini ada ratusan milyar pengadaan barang yang dilakan bukan dengan tender, Ekatalog hampir sama dengan penunjukan langsung tanpa tender. Kewenangan berada pada KPA secara penuh siapa yang ditunjuk oleh KPA dialah yang melaksanakan pekerjaan tersebut meskipun perusahaan nya tidak mempunyai pengalaman.terang Nasrudin bahar
Ekatalog Modus baru Korupsi dimana harga barang di MarkUp mencapai 50% dari harga yang berlaku di pasar. Komitmen Fee yang diberikan kepada yang punya ususlan yaitu Pokir Anggota Dewan bisa mencapai 25% ditambah lagi untuk Dinas bisa 5-10% tergantung negosiasi. Aneh nya progaram Pendidikan apa urusannya dengan Pokir Anggota Dewan sangat tidak nyambung karena Anggaran Pendidikan sudah dijamin oleh undang undang.
Jika prilaku Elit Politik yang seharusnya punya Tugas Pengawasan bagi yang duduk di DPRA atau DPRK ikut ikutan mengelola Anggaran siapalagi yang mengawasi pemerintahan jika terjadi pelanggaran hukum atau Penyalahgunaan wewenang. Jika begini terus tata kelola Pemerintahan sejak kapanpun status Aceh tetap termiskin di Sumatera.imbuh Nasruddin bahar
Solusi yang tepat adalah Transparansi dan keterbukaan Pemerintah Aceh dalam mengelola dana Publik, jika Program kerja yang diusulkan dari Pokok Pokok Pikiran Anggota Dewan maka Publik perlu tahu secara terbuka diumumkan apa saja program yang mereka anggota Dewan ajukan. Tanpa adanya Transparansi dan keterbukaan semua akan sia sia dan kasus demi kasus akan terus berulang.ucap Nasruddin bahar