-->
  • Jelajahi

    Copyright © WARTANAD.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Aceh

    Riski Alfandi Mahasiswa USK Desak Pemerintah Aceh ,UNHCR,IOM dan Para Pemangku Kepentingan Segera Buat Nota Kesepakatan Terhadap Pengungsi Rohingya di Aceh

    Jan 3, 2024, 3:06 PM WIB Last Updated 2024-01-03T08:07:04Z
    Wartanad.id - Banda Aceh, [2 januari 2024] Riski Alfandi, mahasiswa program studi Teknik Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK), kembali menyuarakan desakannya agar Pemerintah Aceh dan para pemangku kepentingan terkait segera duduk bersama dan menyepakati kebijakan yang mengatur keberadaan ribuan pengungsi Rohingya yang kini banyak menetap di Aceh tanpa kejelasan masa depan.

    Desakan ini disuarakan oleh Riski sebagai bentuk keprihatinan terhadap peliknya permasalahan yang timbul di kalangan khalayak luas, sebagai tindak lanjut dari rilis yang dikeluarkannya beberapa waktu lalu. Sebagai mahasiswa asal Aceh yang concern terhadap isu kemanusiaan dan hak asasi manusia, Riski menyatakan keprihatinannya atas nasib para pengungsi Rohingya yang sudah bertahun-tahun hidup terombang-ambing di Aceh tanpa adanya solusi politik jangka panjang ataupun kepastian mengenai masa depan mereka.

    Di sisi lain, menurut Riski, kehadiran ribuan warga negara asing ini tanpa kejelasan kapan akan dipulangkan ke negara asal atau dimukimkan ke negara ketiga juga berpotensi besar memicu gesekan sosial dan ketegangan keamanan di Aceh dalam jangka panjang. Sebab kondisi hidup para pengungsi yang umumnya serba kekurangan dan terbatas, dapat memicu mereka untuk terlibat dalam tindak kriminal demi bertahan hidup. Apalagi mengingat status kewarganegaraan yang telah dicabut oleh negara asalnya yaitu Myanmar.

    "Ini adalah persoalan rumit dan multidimensi. Di satu sisi ada ribuan nyawa manusia yang hidup dalam ketidakpastian cukup mengiris hati, tapi di sisi lain potensi gangguan kamtibmas dalam skala besar akibat kehadiran mereka juga perlu dicermati. win-win solution untuk semua pihak sangat diperlukan di sini," ujar Kabid PA HMI Pertanian itu.

    Oleh sebab itu, Riski kembali menegaskan desakannya agar Pemerintah Aceh, DPRA, dinas dan badan terkait, para pemuka adat melalui Majelis Adat Aceh (MAA), UNHCR perwakilan Indonesia, IOM Aceh, serta para tokoh utama dari komunitas pengungsi Rohingya setempat, segera menggelar rapat bersama guna membuat nota kesepakatan dan kebijakan administratif yang mengatur hal-hal teknis terkait kehadiran mereka di Aceh.

    Hal-hal teknis yang dirasa perlu diatur itu antara lain termasuk batas maksimum jumlah pengungsi yang ditampung, lama masa tinggal sementara yang diperkenankan, cara pemenuhan kebutuhan hidup mereka termasuk akses pekerjaan dan fasilitas kesehatan, hingga pengaturan administratif terkait dokumen identitas dan laporan rutin. Juga sangat penting untuk menyepakati hak dan kewajiban selama berada di Aceh, standar etika dan kode etik hidup berdampingan dengan warga lokal, serta pemberlakuan sanksi tegas bagi yang terlibat pelanggaran.

    Menyinggung potensi pelanggaran, Riski menegaskan bahwa segala bentuk tindak pidana dan kenakalan remaja yang dilakukan oknum pengungsi harus ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia, tanpa pandang bulu. Ia menegaskan tidak boleh ada toleransi berlebihan dengan dalih empati pada penderitaan mereka, karena itu tidak adil terhadap masyarakat lokal serta berpotensi diminimalisasikan oleh pelaku-pelaku kriminal.

    "Saya pribadi tentu sangat simpati pada kesusahan hidup yang dialami saudara-saudara kami etnis Rohingya ini. Tapi toleransi tanpa batas dan tanpa konsekuensi terhadap segala pelanggaran hukum juga bukan sikap yang tepat dan justru rawan dimanfaatkan oknum tidak bertanggungjawab," tegas Riski.

    Sebagai penutup, Riski juga mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk terus mendoakan agar krisis kemanusiaan Rohingya ini cepat berakhir melalui solusi politik global yang adil dan bermartabat. Ia juga berpesan kepada semua pihak agar tetap menjunjung solidaritas, empati dan kemanusiaan dalam menyikapi persoalan pelik ini, tanpa memandang perbedaan suku, etnis, agama dan status kewarganegaraan.
    "Dengan semangat perdamaian dan kebhinnekaan kita yang kental, Insya Allah segala permasalahan yang ada dapat diselesaikan secara bijak demi kebaikan dan maslahat bersama," pungkas Riski .
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini