Wartanad.id - Banda Aceh - Tahun 2022 ini, nilai ekspor batubara Aceh ke luar negeri, sangat mengejutkan dan fantastis mencapai Rp 5, 2 triliun, dari jumlah yang di ekspor ke berbagai negara, di antara India, Thailand dan Vietnam sebanyak 7,7 juta ton.
dari hasil produksi dan penjualan batu bara tersebut, jumlah royalti yang dibayar perusahaan tambang batu bara di Aceh kepada negara sampai November 2022, hampir setengah triliun, atau senilai Rp 466,4 miliar," kata Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdinur kepada Serambinews, Senin (18/12/2022) di Banda Aceh.
Mahdinur mengatakan, India, Thailand dan Vietnam, sampai saat ini, masih mengantungkan suplai batu bara, untuk sumber energi listriknya dari Aceh.
jika Aceh tidak mengekspor batu baranya ketiga negara tersebut di atas, mereka bisa mengalami krisis energi listrik, karena batu bara dari Aceh, digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan kegiatan industri besarnya.
Nilai ekspor batu bara Aceh, dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2020 lalu, nilainya baru sekitar 153 juta dolar Aceh, tahun 2021 naik menjadi 253,9 juta dolar AS, tahun 2022 ini naik lagi menjadi 358,312 juta dollar AS.
Nilai ekspor batu bara tahun ini bisa mencapai angka Rp 5,2 triliun, karena pengaruh kenaikan harga batu bara dunia yang sangat fantastis mencapai 43 dolar AS per ton, sebelumnya sekitar 35 dolar AS per ton.
Produksi batu bara Aceh, sampai posisi November 2022, sebut Mahdinur, telah mencapai 8,061 juta ton. Dari jumlah sebanyak itu, digunakan untuk penjualan kebutuhan domestik mencapai 551.163 ton dengan nilai Rp 141,295 miliar dan untuk ekspor ke luar negeri 7,7 juta ton senilai Rp 5,2 triiliun.
Sumbangan penerimaan tambang dari Aceh untuk kas negera, kata Mahdinur selain dari royalti, masih ada iuran tetap tambang dari pemanfaatan lahan (land reform) Rp 6 miliar. Tahun 2023, target iuran tambang ditargetkan sekitar Rp 6,8 miliar.
Prospek tambang batu bara di Aceh, menurut Mahdinur, semakin baik, sejalan dengan terus melonjaknya harga minyak dunia, sehingga sejumlah negara-negara yang tidak penghasil migas, mengalihkan pembangkit tenaga listriknya ke batu bara, seperti India, Thailand dan Vietnam.
Menggunakan bahan bakar batu bara untuk pembangkit tenaga listrik, kata Mahdinur, lebih efisien dan efektif. Buktinya, untuk menambah sumber energi tenaga listrik, Pemerintah Pusat membangun kembali dua unit PLTU di Kabupaten Nagan Raya, yaitu Nagan III dan Nagan IV, yang lokasinya tidak jauh dari lokasi PLTU Nagan I dan Nagan II.
Setelah pembangkit tenaga listrik PLTU III dan IV, selesai di bangun, kata Mahdinur, daerah ini akan menjadi penyuplai listrik ke Sumut. Kalau 10 tahun lalu, sumber energi listrik untuk Aceh, di suplai dari pembangkit listrik dari Sumut. Setelah sejumlah PLTU dan PLTA di Aceh pada tahun 2024 mendatang ber operasi, Aceh akan mengalami surplus listrik yang besar, untuk pulau Sumatera.
Kehadiran tambahan pembangkit tenga listrik di Aceh, kata Mahdinur, hendaknya diikuti oleh sektor usaha lainnya. Antara lain industri pengolahan, bisa hadir di Aceh. Kita punya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Lhokseumawe, yang sampai saat ini, setelah PT PIM, baru ada tambahan satu unit industri pupuk NPK, padahal lahannya masih banyak yang kosong.