Wartanad.id|Banda Aceh – Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA, mengatakan penghapusan Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) sebagai pintu masuk perjalanan luar negeri, telah melanggar MoU Helsinki yang disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Bandara SIM tak lagi jadi entry poin atau pintu masuk perjalanan luar negeri. Kecuali hanya untuk program keberangkatan haji.
Hal ini sesuai dengan aturan terbaru yang diterbitkan dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 19 tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19.
Di mana, pada poin disebutkan bahwa Bandara Sultan Iskandar Muda hanya dibuka selama program haji atau 4 Juni hingga 15 Agustus 2022.
“Pintu masuk (entry point) sebagaimana dimaksud pada angka 1.a.xi, 1.a.xii., 1.a.xiii., 1.a.xiv., 1.a.xv., dan 1.a.xvi. hanya ditujukan sebagai pintu masuk (entry point) bagi PPLN yang terlibat dalam program haji dan dibuka dalam rentang waktu 4 Juni 2022 hingga 15 Agustus 2022,” tertulis dalam SE tersebut.
“Ada dua poin yang perlu ditanggapi dan dipertanyakan. Pertama melanggar MoU Helsinki dan UUPA,” ujar senator yang akrab disapa Syech Fadhil ini.
Kata Syech Fadhil, salah satu kewenangan Aceh sebagaimana yang tercatat dalam MoU Helsinki poin 1,3 dan 7 berbunyi “Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara”
Kemudian dalam UUPA pada pasal 165 berbunyi “Penduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai peraturan perundang-undangan”
“Jadi jelas, secara kebijakan, SE tadi mengerus kewenangan Aceh sebagaimana disepakati di MoU Helsinki dan UUPA. Poin ini sama pentingnya dengan poin poin kewenangan lainnya dalam UUPA,” kata senator yang dekat dengan ulama di Aceh ini.
Poin kedua, kata Syech Fadhil, jika Covid-19 dijadikan alasan Bandara SIM tak masuk daftar pintu masuk perjalanan luar negeri, maka alasan ini dinilai terlalu mengada-ngada.
“Itu aneh, Ngurah Rai Bali lebih berisiko terjangkit Covid-19. Demikian juga dengan Kualanamu di Sumatera Utara. Sukarno Hatta di Jakarta juga lebih berpotensi menjadi jalur penyebaran Covid-19, namun kenapa justru Bandara SIM yang dipalang sebagai pintu masuk perjalanan luar negeri,” kata Syech Fadhil.
“Kita minta keputusan ini ditinjau ulang. Jangan sedikit dikit, Aceh yang dirugikan. Alasan Covid-19 tak masuk akal hingga menghapus Bandara SIM sebagai pintu masuk perjalanan luar negeri,” pungkasnya. (wol/rz/d2)
Sumber : Waspada.co.id