Pertambangan Emas Ilegal Masih Marak Menggunakan Alat Berat di Geumpang.(Ilt)
Pidie wartanad.com - Diduga ada sekitar dua titik lokasi pertambangan tanpa izin (Peti) emas ilegal dengan menggunakan alat berat jenis excavator di lokasi tambang ilegal tersebut yaitu :
1) Hutan Didesa Bangkeh jumlah Excavator 13 unit beroperasi mulai dari KM 7- KM 26
2) Hutan Didesa Pulo Loih jumlah Excavator ada 7 Unit.
3) Tambang Tradisional lobang di Gp.Pulo-Loih Kec. Geumpang jumlah 200 Lobang,melibatkan puluhan tenaga kerja. Penelusuran mendalam wartanad.com, Terkait kepada Pelaku "Peti" - Istilah Pertambangan akronim dari pertambangan tanpa izin, yaitu kegiatan eksploitasi pengambilan material (logam Mulia ) ini tanpa memiliki izin pertambangan, Rabu (08/06/2022).
Penelusuran wartanad.com, kegiatan Peti ini disinyalir ada terlibat pihak-pihak aparatur sehingga keberadaan peti ini semakin marak. Penyampaian warga yang tidak ingin disebutkan nama nya kepada media ini mengatakan meminta Aparatur Penegak Hukum (APH) tidak menutup mata dan menindak secara tegas pelaku peti dan perusakan hutan di wilayah kecamatan Geumpang kabupaten pidie.
Lanjutnya, informasi dari masyarakat selama pertambangan ilegal ini beroperasi telah berdampak terhadap sumber air bersih dan pengrusakan ( Hutan Lindung), Dimana selama ini sungai tersebut begitu juga hutan nya
merupakan sumber air bersih utama bagi mereka. Selain berdampak terhadap sumber air, dampak terbesar juga berpotensi terjadi bencana ekologis banjir bandang. Karena fisik sungai telah rusak akibat kegiatan pertambangan emas ilegal tersebut.
Berdasarkan data Kordinator media ini mencatat aktifitas penambangan illegal ini menjadi salah satu penyumbang terbesar potensi terjadinya bencana alam di wilayah Geumpang Tangse, seperti bencana banjir. Menurut grafik bencana yang kita catat sejak tahun 2011 hingga 2015, Kabupaten kota punya kasus banjir sebanyak 160 kali. Sementara di tahun 2017-2021 ada 30 kasus. Dan ini menjadi bagian dari catatan penting terhadap dampak kerusakan lingkungan sehingga harus menjadi pertimbangan kita bersama dalam melaksanakan pembangunan.
Semua lokasi tersebut masih aktif beroperasi pertambangan emas ilegal, baik menggunakan alat berat atau mesin sedot di wilayah sungai, maupun pertambangan dalam bentuk penggalian Lubang di daerah pegunungan.
Pertambangan emas ilegal di Aceh melibatkan puluhan tenaga kerja lokal dan luar daerah, menggunakan zat merkuri, merusak kualitas dan fisik sungai, menggunakan alat berat jenis excavator, berada dalam kawasan hutan lindung, limbah B3 tidak terkelola, dan mesin pengelohan berada di pemukiman penduduk.
“Pertambangan emas ilegal mulai terjadi sejak tahun 2006, dan sejauh ini terkesan pemerintah Aceh bersama lembaga penegak hukum kurang serius menertibkan kegiatan ilegal tersebut. Untuk itu Pemerintah Aceh dan lembaga penegak hukum untuk melakukan penertiban kegiatan pertambangan emas ilegal di Aceh.
Karena keberadaannya telah berdampak serius terhadap lingkungan, sumber air bersih, dan sebagai faktor penyebab terjadinya bencana ekologis di Aceh,” tutupnya. Laporan (Red)