Wartanad.id|Banda Aceh - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN Provinsi Aceh bersama Dinas Kesehatan Aceh, Biro Isra, Dinas Pangan, Tim Satgas Percepatan Penurunan Stunting serta didukung oleh UNICEF melakukan Pertemuan Koordinasi Awal terkait Program Pengelolaan Gizi Buruk terintegrasi di Aceh Tahun 2022.
Kegiatan yang dibuka langsung oleh Kepala Perwakilan BKKBN Aceh Drs. Sahidal Kastri,M.Pd di Aula Kantor BKKBN Aceh dengan tema “Kick off Meeting lintas Sektor Program Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi PGBT dalam rangka Pencegahan Stunting di Provinsi Aceh tahun 2022. Pada Senin (18/04/ 2022).
Pertemuan tersebut membahas tentang pentingnya intervensi penanganan anak Wasting( Gizi buruk dan anak Gizi Kurang) sebagai salah satu indikator gizi spesifik yang merupakan intervensi prioritas dalam pencegahan stunting. Wasting sendiri merupakan kekurangan gizi akut yang memiliki kontribusi besar terhadap stunting. Seorang anak yang mengalami gizi kurang atau gizi buruk beresiko 3 kali lebih besra untuk menjadi stunting.
Dalam Sambutannya Kepala BKKBN menjabarkan peran dan tugas BKKBN sesuai dengan Perpres No. 72/2021 bahwa BKKBN ditunjuk sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting di Indonesia dan secara nasional Aceh peringkat ketiga.
Kami sangat mengapresiasi dengan terlaksananya kegiatan ini dan berpesan bahwa pentingnya keakuratan data sebagai dasar dalam melakukan intervensi selain itu beliau juga berharap bahwa wadah integrasi lintas sektor harus terus digerakkan supaya kerja yang kita lakukan bisa bersama2 dalam menurunkan angka Stunting di Aceh.
Ketua DPD PERSAGI Aceh Bapak Junaidi, SST,M.Kes memberikan materi terkait Intervensi penanganan anak Wasting seharusnya dijadikan sebagai proritas intervensi dalam pencegahan stunting dengan mengedepankan titik keberhasilan intervensi terletak pada pembagian peran yang baik antara tenaga kesehatan dan juga pelibatan masyarakat.
“Anak Wasting di desa bukan cuma diberi PMT(Pemberian Makanan Tambahan) tetapi juga sebaiknya mengacu pada pedoman yaitu Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita, seperti bagi anak anak yang mengalami Gizi Buruk dan Gizi kurang, bila ditemukan ketika Posyandu, seharusnya segera dilakukan rujukan untuk konfirmasi/verifikasi ke tim Puskesmas dan diberikan intervensi standar sesuai dengan komponen pada Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk. Bila mau menurunkan stunting, harus tidak melupakan intervensi wasting.
Pernyataan ini senada dengan yang disampaikan oleh Bapak Azhari (Nutritionis Aceh / Faslitator PGBT Aceh) bahwa intervensi anak Gizi Buruk dan Gizi Kurang ini harusnya di lakukan dengan tepat, melalui strategi alur penapisan (deteksi dini) salain dengan Index BB/TB sebaiknya juga menggunakan Pita Lila di setiap Posyandu, setelah itu dilakukan konfirmasi ke puskesmas bagi yang memiliki warna Lila Merah dan Kuning, dan dilanjutkan dengan perawatan rawat jalan/rawat inap sampai pada pasca perawatan dengan mengintegrasi program PMBA yang baik dan benar.
Dalam pertemuan ini turut jg memberikan masukan Nutrition Officer UNICEF Aceh dr Natassya Phebe, beliau menyampaikan bahwa pentingnya peran aktif masyarakat dan nakes menentukan keberhasilan intervensi wasting. Kita perlu semangat yang kuat dan komitmen bersama dalam melaksanakan program ini, semua stakeholder sebaiknya terlibat, baik dari tenaga kesehatan Kader, Bidan Desa maupun Masyarakat gampong, tidak terlepas dari semangat menurunkan stunting. “Ini adalah program penyelamatan nyawa.” lanjut dr. Natassya.
Dukungan UNICEF terhadap penurunan wasting dimulai sejak tahun 2020 di 3 wilayah kabupaten kota dan meningkat menjadi 13 kabupaten kota di taun 2022 ini. Walaupun pendampingan difokuskan di tigabelas Kab/Kota yaitu Kota Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh selatan, Singkil, Pidie Jaya, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Kota Langsa, namun orientasi untuk peningkatan kapasitas akan diberikan kepada seluruh kabupaten kota di Aceh untuk memastikan agar seluruh anak gizi buruk di Aceh dapat menerima perawatan yang memadai dan berkualitas.
Kedepannya diharapkan pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta tim pendamping stunting di desa yang terdiri dari bidan desa, kader serta TP PKK dibawah kepemimpinan Geuchik dan Camat masing-masing dapat bekerjasama menjaga wilayahnya agar secepatnya bebas dari gizi buruk yang memiliki resiko 12 kali terhadap kematian balita ini.
Demikian juga balita dengan gizi kurang agar tetap diberikan perhatian melalui Rumoh Gizi Gampong (RGG) yang adalah wadah konvergensi di tingkat desa untuk memastikan pemulihan anak-anak dengan masalah gizi ini tetap menjadi prioritas, agar tidak jatuh ke dalam gizi buruk.
Penurunan Wasting dan Stunting, keduanya adalah indikator kesehatan yang merupakan target kita secara nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana stunting dicanangkan harus turun sampai 14% dan wasting menjadi 7% saja di tahun 2024. Hal ini memerlukan kerjasama semua pihak dan lintas sektor dengan kepemimpinan dari Bappeda, yang merangkul berbagai SKPA, seperti dinas Kesehatan, dinas PUPR, dinas Pangan, DPMG, BKKBN, serta aktor lintas sektor lainnya, seperti organisasi profesi kesehatan dan NGO.[]